Monday, January 9, 2012

Akumulasi Rindu


Tepat 20 tahun kau tak bersama kami. Lihatlah kami, yang satu sudah jadi PNS, yang satu sudah jadi sarjana (bermimpi menguasai dunia), yang satu lagi melang-lang buana di benua Afrika. Ya, si kecil sekarang sudah berani. Berani nekat hidup di tempat orang, hanya untuk meneguk sedikit ilmu Allah. Doakan selalu ya, mudah-mudahan ilmunya barokah, ketika kembali ke tanah air, sedikit ilmunya bisa mencerahkan kota cilegon (pada khususnya) dan Indonesia (pada umumnya) supaya lebih taat totalitas kepada-Nya, bukan malah sebaliknya, menjadi ulama suu’ (ulama jahat) yang membuat suram dunia.



Lihatlah pula belahan hatimu. Kini ia sedang menikmati masa tuanya di gubuk sederhana bertahta kebahagiaan, serta rasa syukur akan semua limpahan nikmat-Nya. Bercengkrama dengan bocah kecil yang kehadirannya tak diduga. Dan jangan cemburu ya, belahan hatimu kini sudah ada yang menemani. Insya Allah, dia tak jauh berbeda denganmu, sama-sama patuh pada-Nya (aamiin). Setia menemani dan berbagi, dalam susah maupun senang.



Ah, ingin rasanya mengulang waktu. Lebaran itu ternyata lebaran terakhir yang teringat. Kau mengenakan setelan baju hijau feces kuda. Pakaian cukup casual untuk hari raya. Tahukah? Warga mengenalmu sebagai pribadi yang ramah bukan main. Terbayang seyummu kepada mereka dan terbayang pula tangis mereka ketika tahu peristiwa tragis itu. Tahukah? Ibumu jatuh pingsan ketika tahu beritamu. Suara sirine ambulance itu begitu memekakkan telinga sekampung, tepat pukul 12 malam. Dan seketika itu juga, rumah kami menjadi ramai dibuatnya. Tahukah lagi? Siapakah orang yang paling tegar mendengar beritamu? Dia adalah belahan hatimu yang tertunduk pasrah atas semua titah-Nya. Dan memutar otak memikirkan bagaimana mengurusi ketiga buntutnya yang belum mengerti apa-apa.



Tepat 20 tahun kau tak bersama kami. Akhirnya, kami diajak berkeliling kampung, meninggalkan rumah yang ramai dengan isak-tangis para pegunjungnya. Namun, setiap kali berjalan melewati kerumunan orang, mereka langsung melihat dengan iba dan menggenggami tangan kami dengan beberapa genggam uang kertas. Tangis si sulunglah yang pecah. Karena hanya dia yang mengerti peristiwa apa yang sedang terjadi di rumah itu. Sedangkan pangais bungsu dan si bungsu hanya diam memerhatikan. Ketika orang begitu sibuk mengantarmu ke peristirahatan terakhir, lagi-lagi belahan jiwamu hanya tertunduk lemas, menggigit geraham kuat-kuat, mencoba untuk membuka mata bahwa ini adalah fakta, bukan mimpi.



Tepat 20 tahun kau tak bersama kami. Tahukah lagi, untuk yang kesekian kali? Saat sesuatu yang hangat mengalir di lehermu, kau coba pegang dan lihat. Dan kau menjerit histeris: “Ya Allah….!!!” Ternyata itu darah segar yang bersumber dari remuknya tengkorakmu. Seketika itu juga kau pingsan tak sadarkan diri, sampai sekarang tak kembali. Bisa dimengerti, kenapa pada akhirnya Rumah Sakit sekitar tidak sanggup mengobatimu. Inilah kisah seseorang yang bersamamu, saat kau terjatuh.



Tepat 20 tahun kau tak bersama kami. Senangkah kau disana?? Begitu menjadi-jadi akumulasi rindu ini. Munajat kami dan sekaligus janji Rabb qt bahwa kita akan dikumpulkan kelak. Semoga tempat itu bernama jannah Firdaus. Bimbinglah Rabb, untuk memasuki tempat yang paling tinggi itu bersama-sama. Aamiin.

No comments:

Post a Comment